![]() |
bebatuan disekitar curug watubahan |
Pekalongan, Pekalonganisme.com -“Nge-trip” merupakan jenis demam baru yang melanda masyarakat kita sekarang ini, khususnya bagi para kawula muda. Ngetrip merupakan sebuah kegiatan perjalanan, dikonotosikan dengan mengunjungi suatu tempat yang dianggap mempunyai efek mengesankan, atau lebih singkatnya perjalanan berwisata. Namun berwisata dalam kategori “ngetrip” ini, biasanya cenderung dipahami dengan mengunjungi objek-objek yang menantang, tidak lumrah dan yang pasti objek yang masih jarang dikunjungi orang. Seperti mendaki gunung, penelusuran gua, pantai, dan lainnya. Maksud orang-orang melakukan ngetrip pun berbeda-beda, mulai dari yang praktis sekedar ingin berselfi dan berfoto ria ditempat tujuan, sampai yang agak filosofis dan reflektif atasnama mensyukuri keagungan tuhan dan keindahan alam ciptaan-Nya.
Dari kecenderungan “ngetrip” tersebut, berbagai tempat potensial diberbagai daerah tereksplorasi, dengan bermacam daya tarik yang melekatinya. Di Pekalongan, ada beberapa tempat yang sudah menjadi tujuan trip, seperti watu ireng di kecamatan Kandangserang, puncak Kendalisodho di Kecamatan Petungkriyono beserta curug-curug disekitarnya(Curug Bajing, Curug Muncar dll).
Kiranya masih banyak tempat di Pekalongan yang
belum dijamah dan luput dari kejelian para pe-ngetrip mania, seperti Curug
Watubahan yang terletak dikawasan Perhutani di Kecamatan Doro bagian selatan Kabupaten Pekalongan. Curug Watubahan ini pernah dikunjungi beberapa kawan
kontributor pekalonganime.com setahun yang lalu.
![]() |
jalan menuju kaki curug watubahan |
Pada musim kemarau seperti saat ini, mengunjungi curug Watubahan bisa menjadi pilihan tepat bagi anda yang memiliki waktu luang. Dimusim kemarau, Debit air di curug ini tidak terlalu besar, hingga memungkinkan anda untuk memanjat dan menyaksikan curug ini dari dekat. Anda pasti akan berdecak kaget(kagum), melihat struktur batuan Curug Watubahan ini. Tebing curug Watubahan, tersusun dari batuan persegi panjang(menyerupai tiang) yang berjajar berjumlah sekitar 15 tiang dan menjulang keatas hampir 20 meteran. Dari sela-sela tiang batu itu, air memancar membentuk air terjun.
Di sekitar curug ini juga tersebar batu-batu alami yang berbentuk persegi panjang, rata-rata berukuran hampir sama 100cm X 50cm. Kesemuanya dalam keadaan sudah bentuk rapi, seakan batu-batu ini sudah dipahat, padahal aslinya batu-batu tersebut daridulu kala berbentuk seperti itu. Oleh sebab itu, kemudian masyarakat sekitar menamakan curug ini Watu(batu) bahan(bahan baku). Seakan batu-batu yang tersusun di curug dan yang tersebar merupakan batu yang sudah disiapkan(dipahat) untuk bahan bangunan.
![]() |
tebing curug watubahan saat kemarau |
Curug ini tampak gagah dan kokoh(untuk tidak mengatakan
angker) ditengah rimbunnya hutan alam Doro, hanya suara serangga dan saut-sautan
burung liar yang memecah kesunyian disekitar Curug.
Karena keterbatasan alat dan waktu yang sudah sore, komunitas
Pekalonganisme tidak sempat untuk naik keatas puncak Curug Watubahan ini. Konon
kata penduduk(yang menjadi porter kami saat itu), puncak curug Watubahan ini
lapang(menyerupai puncak bukit)dan terdapat beberapa tiang batu lagi diatas. Dari
puncak curug, sangat dimungkinkan melihat hamparan pohon hutan Doro. Untuk
mencapai puncaknya, bagi yang bernyali dan punya peralatan panjat tebing
profesional bisa langsung memanjat susunan batu curug. Pilihan lainnya, bisa
menyusurui hutan memutari tebing curug sekitar 1 jam.
Walaupun tidak sampai puncak, komunitas pekalonganisme cukup berkesan
bisa sampai dibawah curug yang belum terjamah orang ini. Mendengarkan nyanyian
(yang mirip suara tangisan) serangga hutan, ocehan burung-burung liar, dan mencium
bau harum semak belukar dan lumut batuan. Sambil sesekali membayangkan, seperti
apa dan bagaimana manusia zaman megalitikum hidup disekitar curug ini.
Setelah dari curug Watubahan, kami menyempatkan mandi
di sungai yang jernih dan cukup deras walaupun musim kemarau, terletak sekitar
500 meter dari curug Watubahan. Kita juga sempat menengok tempuran(gabungan
aliran sungai) dari 3 aliran sungai yang membentuk air terjun(curug). Curug ini
cukup nyaman dan enak dipakai untuk mandi beramai-ramai. Karena masyarakat
setempat tidak menamai curug ini, salahsatu kontributor Pekalonganisme menamainya dengan
Curug “Joko Kumpul”. Sangat disayangkan, waktu komunitas Pekalonganisme
menyambangi tempat ini, hanya bisa mendokumentasikan lewat kamera handphone,
jadi hasilnya tidak detil dan kurang memuaskan
Karena rute atau jalur untuk menuju letak curug Watubahan
cukup sulit, kami menetapkan Curug Watubahan sebagai “Hidden treasure” nya alas
Doro. Bagi anda yang berminat mengunjungi tempat ini tapi tidak cukup pintar
menjelajah dan ormed(orientasi medan), baiknya menghubungi kami atau bisa mengajak penduduk sekitar untuk
bisa sampai disana. Bawa peralatan yang mendukung, dan jangan lupa bawa bekal
makanan yang cukup. Kalau anda kurang mengetahui jenis tumbuhan, berhati-hati
agar tidak memegang atau terkena dedauan yang tumbuh disekitar curug Watubahan
yang bisa menyebabkan iritasi kulit(gatal-gatal akut dan kulit mengelupas).
Jaga etika pecinta alam dan jangan bawa pulang batu-batu persegi panjang di curug ini karena
yang pasti anda tidak kuat mengangkatnya.
(AA)
(AA)